HALLOBANDUNG.COM –– Menjadi seorang redaktur di sebuah koran besar menjadi impian bagi siapa saja para wartawan dan penulis, namun ketika impian itu telah terkabulkan bisakah ia bersikap profesional tapi bijak terhadap wartawan atau penulisnya ?
Tantangan berat tadi tampaknya telah ditaklukan oleh seorang Aam Amilia budayawan Sunda yang di era tahun 1990-an dipercaya menjadi salah seorang Redaktur di sebuah koran besar di Jawa Barat.
Aam Amilia menjadi Redaktur khusus harian untuk edisi mingguannya, padahal edisi ini banyak diisi para penulis freelanc dari berbagai disiplin ilmu, tentu saja dengan beragam gaya penulisan.
Aam Amilia seperti tahu kemana arah minat para penulisnya, padahal beliau baru kenal belum seberapa lama dengan penulis itu. Berkat tindakannya yang bijak, para penulis bisa berjalan pada jalur spesialisnya.
Baca Juga:
KPK sita Rp 6,4 M hasil geledah kantor Asuransi Jasa Raharja Putera Cabang Bandung
Warga yang ulang tahun dapat Pemeriksaan gratis di Puskesmas Cijagra Lama.
Bus Trans Metro Bandung yang terbengkelai bakal diganti Bus Rapid Transit
Meskipun nyaris tidak pernah ada temu dan breifing penulis, namun bisa terbentuk sebuah komunitas penulis tetap untuk mengisi edisi mingguan tadi dengan penulis di bidangnya masing-masing.
Ketika ada tulisan tidak layak muat, beliau tidak pernah menyebut itu tidak layak muat, namun ia berupaya untuk memesan tulisan baru hingga tulisan tidak layak muat itu seolah terkesan terlupakan untuk dimuat bukan karena tidak layak muat.
Sebagai koran dengan honor tulisan cukup besar kala itu, Aam Amilia bisa mengatur frekuensi pemuatan tulisan setiap penulisnya, ketika seorang penulis termuat dua atau tiga tulisan di minggu itu, di minggu berikutnya giliran penulis lainnya yang dimuat.
Begitulah salah satu kebijakan seorang Redaktur yang begitu paham bahwa menulis itu sebagai profesi, sehingga bisa menjadi ladang ibadah bagi penulisnya untuk menafkahi keluarga.
Baca Juga:
Awas area antara Kilometer 92 hingga Kilometer 100 di Tol Cipularang rawan kecelakaan.
Penulis lepas kadang suka diajak memperbaiki tulisannya sendiri di dapur redaksi, sehingga penulis itu bisa paham benar di mana letak kesalahan berita / tulisannya. Aam Amilia dialah Sang Redaktur Bijak pada jamannya.
Aam Amilia lahir 21 Desember 1946 adalahseorang sastrawan, jurnalis dan kolumnis wanita Indonesia yang berperan dalam sastra Sunda.
Di samping menulis cerpen dan buku, ia juga pernah menjadi redaktur dan wartawan di beberapa media cetak berbahasa Sunda dan Indonesia.
Mulai menulis sejak tahun 1961, hingga kini sudah ratusan cerpen dan puluhan buku berbahasa Sunda dan Indonesia yang telah ditulisnya.
Baca Juga:
Pemkot Bandung siapkan 3 kolam retensi baru di beberapa titik di Bandung
Portal berita ini menerima konten video dengan durasi maksimal 30 detik (ukuran dan format video untuk plaftform Youtube atau Dailymotion) dengan teks narasi maksimal 15 paragraf. Kirim lewat WA Center: 085315557788.
Pada tahun 1968, Aam meraih juara pertama dalam sayembara mengarang IKAPI Jawa Barat, pada kategori bacaan dewasa berbahasa Sunda.
Pada tahun 2015 dan 2017, Aam memperoleh penghargaan Hadiah Sastra Rancage dari Yayasan Kebudayaan Rancage. dan kemudian dijuluki ” Ibunya Sastrawan Sunda “.
Selain mengarang, Aam Amilia bersama sastrawan-sastrawan dalam komunitas Caraka Sundanologi juga memberikan pelatihan mengarang kepada pengarang – pengarang pemula.
Beberapa pengarang muda yang pernah dibimbingnya antara lain Holisoh M.E., Tatang Sumarsono, Yus R. Ismail, Rosyid E. Abby, Tety S. Aam Permana Sutarman, Nataprawira dan Hermawan Aksan.
(Tatang Tarmedi) ***